Bagi kebanyakan orang tua menganggap bahwa anak sebaiknya memiliki porsi belajar yang lebih tinggi dari pada porsi bermain. Hal ini mengakibatkan berkurangnya porsi bermain pada anak yang telah tergantikan dengan porsi belajar. Anggapan beberapa orang tua tersebut berlandaskan bahwa belajar merupakan bekal kelak sang anak mencapai cita-cita dan bermain hanya sebagai penghambat meraih cita-cita tersebut. Dalam arti yang lebih sederhana dapat disimpulkan oleh beberapa orang tua bahwa belajar lebih baik dari pada bermain. Pada segi anak yang menerima perlakuan demikian tentunya tidak mampu berkata untuk menolak, sehingga dalam diri sang anak akan tertanam konsep belajar lebih baik dari pada bermain.
Tak hanya beberapa orang tua yang berpandangan negatif terhadap bermain, namun beberapa pendidik juga berpandangan demikian. Hal ini tercermin pada pembelajaran yang kerap kali dilakukan oleh pendidik dengan menghadirkan konsep dan pola belajar yang sebenarnya, dalam artian tidak mempedulikan konsep bermain atas belajar. Sebagian pendidik lebih senang dan bangga apabila di dalam ruang kelas para peserta didik tekun dalam belajar dengan memperhatikan penjelasan pendidik dan sering membaca buku serta tidak menimbulkan suara gaduh atau ramai. Padahal dalam bermain terjadi proses pembentukan pemahaman mengenai suatu hal dan pengalaman dalam diri anak yang sebenarnya jika anak difasilitasi untuk bermain maka akan terbentuk suatu daya kreatifitas dan daya imajinatif dalam diri sang anak.
Bermain bukan lagi suatu kegiatan tanpa makna, melainkan suatu kegiatan yang mampu merangsang anak dalam mengembangkan dirinya. Pemberian fasilitas untuk bermain juga harus dimengerti sebagai proses dalam mengembangkan pemahaman dan pengalaman sang anak, bukan sebagai kegiatan menyenangkan hati sang anak atau mencegah anak menangis. Pemberian fasilitas bermain seyogyanya dilakukan dengan berbagai permainan yang bermakna, sehingga anak akan terangsang terhadap makna permainan itu sendiri yang merupakan penjelasan akan suatu hal. Misalnya permainan bermain peran mengenai profesi, dalam permainan tersebut anak akan dirangsang untuk menjadi seseorang contohnya polisi, dokter, guru, pilot dan lain-lain, kemudian anak akan berusaha memahami dan melakukan bagaimana peran masing-masing profesi tersebut.
Berdasarkan pengertian mengenai bermain maka sudah tidak bisa terbantahkan lagi bahwa di dalam kegiatan bermain terjadi proses belajar. Oleh karena itu, seyogyanya sebagai orang tua bahkan pendidik mampu memfasilitasi anak dalam hal bermain karena bermain merupakan dunia anak yang tidak akan tergantikan pada waktu anak itu sudah dewasa. (Fatchan Chasani)
0 komentar:
Posting Komentar
Berikan Komentar anda agar Blog ini lebih bermakna.