We Are Creative Design Agency

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Illum, fuga, consectetur sequi consequuntur nisi placeat ullam maiores perferendis. Quod, nihil reiciendis saepe optio libero minus et beatae ipsam reprehenderit sequi.

Find Out More Purchase Theme

Our Services

Lovely Design

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

Great Concept

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

Development

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

User Friendly

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

Recent Work

Senin, 20 Desember 2010

24 INDIKATOR KESEHATAN DALAM IPKM

24 INDIKATOR KESEHATAN DALAM IPKM

Salah satu indikator penting dalam pembangunan adalah Human Development Index (HDI)/ Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang terdiri dari indeks ekonomi (pendapatan riil per kapita), indeks pendidikan (angka melek huruf dan lama sekolah), dan indeks kesehatan (umur harapan hidup waktu lahir).

Untuk menentukan peringkat kabupaten/kota dalam pembangunan kesehatan disusunlah Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) yaitu indikator komposit yang menggambarkan kemajuan pembangunan kesehatan,

dirumuskan dari data kesehatan berbasis komunitas yaitu Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), dan Survei Potensi Desa (Podes).



Ada 24 indikator kesehatan yang digunakan dalam IPKM dengan nilai korelasi UHH yang tertinggi. Indikator kesehatan tersebut adalah prevalensi balita gizi buruk dan kurang, prevalensi balita sangat pendek dan pendek, prevalensi balita sangat kurus dan kurus, prevalensi balita gemuk, prevalensi diare, prevalensi pnemonia, prevalensi hipertensi, prevalensi gangguan mental, prevalensi asma, prevalensi penyakit gigi dan mulut, prevalensi disabilitas, prevalensi cedera, prevalensi penyakit sendi, prevalensi ISPA, proporsi perilaku cuci tangan, proporsi merokok tiap hari, akses air bersih, akses sanitasi, cakupan persalinan oleh nakes, cakupan pemeriksaan neonatal-1, cakupan imunisasi lengkap, cakupan penimbangan balita, ratio Dokter/Puskesmas, dan ratio bidan/desa.

Demikian paparan Dr. dr. Trihono, M.Sc Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) saat temu media, Jum’at, 26 November 2010, di Jakarta. Hadir dalam kesempatan tersebut Prof. Purnawan Junadi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI).

Selain menentukan peringkat pembangunan kesehatan kab/kota, IPKM dapat menjadi acuan pemerintah daerah (Pemda) membuat program intervensi yang lebih tepat, bahan advokasi ke Pemda agar terpacu menaikkan peringkat kesehatannya, perumusan daerah bermasalah kesehatan berat/khusus (DBKBK), dasar penentuan alokasi dana bantuan kesehatan dari pusat ke daerah, dan membantu Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KMPDT) dalam membangun kab/kota.

Berdasar hasil Riskesdas 2007, dari 440 kabupaten/kota diperoleh peringkat masing-masing kota dan kabupaten dengan tingkat kesehatan terbaik hingga terburuk. Hasil IPKM terlihat nilai terendah atau tingkat kesehatannya buruk adalah daerah Pegunungan Bintang, Papua (0,247059) dan tertinggi adalah Kota Magelang, Jateng (0,708959).

Kabupaten/kota mempunyai masalah kesehatan yang berbeda, bergantung kepada keadaan 24 indikator kesehatan yang masuk dalam IPKM. Seperti perbedaan IPKM antara Kab. Gianyar dan Manggarai, dimana peringkat IPKM Kab. Gianyar lebih baik dibanding Manggarai, namun perilaku cuci tangan lebih banyak di Kab. Manggarai dibanding Kab. Gianyar. Begitu pula kasus diare di Kab. Gianyar pun lebih banyak dibanding Kab. Manggarai.

Berdasar perhitungan rata-rata nilai, diperoleh batas bawah/normal IPKM yaitu 0,415987 dan daerah dengan nilai dibawah normal dikategorikan sebagai daerah bermasalah kesehatan berat/khusus (DBKBK). Ada beberapa kabupaten yang berada di bawah normal atau termasuk DBKBK, tapi tidak ada satu kota pun dibawah normal.

Kesehatan berhubungan erat dengan kemiskinan. Secara keseluruhan IPKM juga berhubungan dengan proporsi penduduk miskin per kab/kota. Namun tidak semua kab/kota yang miskin berada pada peringkat kesehatan yang buruk, begitu pula sebaliknya. IPKM kota tidak berhubungan dengan kemiskinan dan tidak termasuk daerah tertinggal.
 

Tips Menanggulangi KDRT Menurut Islam

Tips Menanggulangi KDRT Menurut Islam

Kaum lelaki dengan ringan akan menganiaya istrinya
Semua itu dianggap sesuatu yang wajar belaka
Apalagi jika perempuan berani membangkang
Berani melakukan nusyuz
Ganjarannya adalah hinaan, pukulan, tamparan, bahkan pembunuhan.
Ingat ! Islam mengutuk semua itu.


Di dalam rumah tangga, ketegangan maupun konflik merupakan hal yang biasa. Namun, apabila ketegangan itu berbuah kekerasan, seperti: menampar, menendang, memaki, menganiaya dan lain sebagainya, ini adalah hal yang tidak biasa. Demikian itulah potret KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga).

Peristiwa suami menempeleng istri tentulah bukan berita yang mengejutkan bagi masyarakat. Sebab, sudah terlalu sering terjadi. Bahkan, penyiksaan secara berlebihan dengan membakar sampai membunuh istrinya sendiri merupakan potret buram rumah tangga hari ini.

KDRT bisa menimpa siapa saja termasuk ibu, bapak, suami, istri, anak atau pembantu rumah tangga. Namun secara umum pengertian KDRT lebih dipersempit artinya sebagai penganiayaan oleh suami terhadap istri. Hal ini bisa dimengerti karena kebanyakan korban KDRT adalah istri. Sudah barang tentu pelakunya adalah suami “tercinta”.

Rumah Tangga bukan tempat (ajang) melampiaskan emosional suami terhadap istri. Tetapi, rumah adalah tempat yang aman. Tempat dimana kehangatan selalu bersemi. Di dalamnya terdapat psangan suami-istri yang saling mencintai.

Andai…
Sepotong surga dapat digapai
Dan disematkan di setiap rumah manusia
Maka baiti jannati (rumahku sorgaku) bukanlah sekedar kata mutiara
Namun sebuah kawasan dimana seluruh warganya teduh dalam bahagia


Rumah tangga (keluarga) adalah pondasi sebuah negara. Dari keluargalah akan tercipta kader-kader bangsa. Manakala keluarga itu rusak maka berbahaya terhadap eksistensi negara. Maka dengan demikian, KDRT yang merupakan salah satu faktor rusaknya keluarga merupakan penyakit bersama bukan pribadi. Sebab, bahayanya meliputi seluruh anggota masyarakat. Untuk itu, semua pihak berkewajiban untuk membantu dalam menanggulangi KDRT.

Tips Menanggulangi KDRT Menurut Islam

Ada banyak langkah yang harus segera kita lakukan. Dua belah pihak (suami dan istri) harus bersama-sama berusaha untuk menjauhkan diri terlibat dengan KDRT. Walaupun, aktor penting dalam masalah ini adalah suami, akan tetapi istri juga berpeluang menciptakan KDRT. Langkah-langkah untuk menanggulangi KDRT, antara lain adalah:

Pertama, landasan keimanan. Makanya, antara suami dan istri harus senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT. Insya Allah, manakala suami sholeh dan istrisholehah akan jauh dari KDRT.

Sebagai contoh, lagi ada masalah dengan suami/istri. Tetapi karena suami/istri rajin shalat apalagi dengan berjamaah maka masalah akan mereda setelah shalat. Arif dan bijaksana dalam bersikap akan hadir bagi suami/istri yang dekat dengan Allah. Rumah tangga Rasulullah SAW menjadi contoh bagi kita.

Sebagai refleksi (renungan): Rasulullah pernah punya masalah dengan para istrinya (ummahatul mu’minin). Sehingga wajah Rasul kelihatan muram. Ini sebuah pertanda bahwa hatinya sedang galau. Kegalauan yang disebabkan oleh guncangan yang melanda bahtera rumah tangganya. Para ummahatul mu’minin menuntut tambahan nafkah. Nafkah yang selama ini diberikan Rasulullah dirasakan kurang mencukupi kebutuhan mereka. Rasul sungguh bersedih.

Sebab ia tidak bisa memenuhi tuntutan mereka. Ia bukanlah orang yang berlebih apalagi kaya raya. Bagaimanakah sikap Rasul? Sebagai seorang suami yang matang dan bijaksana, Rasul membawa pergi kerisauannya keluar rumah. Tujuannya adalah masjid.

Di masjid beliau mencoba merenungkan kejadian demi kejadian. Di masjid beliau mencoba meneduhkan jiwa dengan tafakur. Di masjid beliau mencoba mengoreksi diri, melihat kedalaman kalbu. Di masjid beliau memohon petunjuk kepada Allah untuk mendapatkan jalan keluar terbaik dari persoalan rumitnya. (Secara lengkap bisa dibaca dalam: Ibnu Sa’ad, Purnama Madinah, hlm. 172)

Kedua, reinterpretasi penafsiran terhadap “legalitas pemukulan”. Tindak kekerasan yang berbentuk penganiayaan terhadap istri dianggap sudah merupakan hal yang biasa. Ironisnya, tafsir agama seringkali dipakai sebagai unsur pembenaran.

Sebagai contoh, suatu siang di Yogyakarta seorang perempuan datang ke Rifka annisa’ (sebuah lembaga pelayanan perempuan). Tubuhnya lunglai, di beberapa bagian tampak lembam dan membiru. Rupanya dia dipukul suaminya. Dengan mata yang nanar dia bertanya kepada seorang konselor: “Bu, apakah ajaran Islam memperbolehkan suami memukul istri?”.

Dengan suara berat ia menambahkan: “Suami saya selalu memukul saya sambil ndalil (membacakan ayat Al-Qur’an 4:34). Bu, benarkah! Suaranya menghilang digantikan dengan tangis yang tertahan”. (Farha Ciciek, Ikhtiar Mengatasi KDRT, hlm. 16). Surat An-Nisa’:34 ini memang seringkali dijadikan sebagai senjata/legalitas suami memukul istrinya. Wadhribuhunna (dan pukullah mereka) diarikan secara kaku. Padahal tidak demikian adanya. Kata dharaba mempunyai banyak arti: mendidik, mencangkul, memelihara, bahkan menurut Ar-Raghib Al-Isfahani secara metaforis bermakna melakukan hubungan seksual.

Kalaupun mau kita maknakan dengan memukul, bukan dalam artian penyiksaan atau penganiayaan. Tetapi, memukul dalam bingkai pendidikan atau pengajaran. Jadi, menjadikan ayat ini sebagai legalitas untuk melakukan penyiksaan terhadap istri lewat pemukulan dan sebagainya sangat tidak dibenarkan dan salah.

Ketiga, menyadari akan akibat buruk dari KDRT. Ada beberapa akibat buruk.
  1. Suami bisa dituntut ke Pengadilan karena penyerangan terhadap istri merupakan tindakan melanggar KUHP.
  2. Rumah Tangga menjadi berantakan (Broken Home).
  3. Mengakibatkan gangguan mental (kejiwaan) terhadap istri dan juga anak. Keempat, melanggar syari’at agama. Agama mengajarkan untuk mewujudkan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah bukan keluarga yang dihiasi dengan pemukulan dan penganiayaan.

Keempat, khusus bagi para suami berlaku lemah lembutlah kepada istri sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Umar Ibn Khattab pernah berkata kepada Rasulullah: “Ya Rasul! maukah engkau mendengarkan aku? Kami kaum Quraisy biasa menguasai para istri kami. Kemudian kami pindah ke suatu masyarakat (Madinah) di mana laki-laki dikuasai oleh istri mereka. Kemudian kaum perempuan kami meniru perlakuan mereka.

Suatu hari aku memarahi istriku dan ia membalasnya. Aku tidak menyukai perlakuan seperti itu. Dan ia berkata: apakah engkau tak menyukai aku membalasmu?

Demi Allah, para istri Rasul membalas beliau. Sebagian mereka mendiamkan beliau sepanjang hari sampai malam. Umar lalu berkata: Ia celaka dan merugi. Apakah ia merasa aman dari kemurkaan Allah karena kemarahan Rasul-Nya sehingga ia mendapat hukuman?.” Nabi tersenyum. Senyum selalu dikembangkan oleh Rasul. Ini pertanda pribadi yang lemah lembut.

Kelima, khusus kepada para istri. Berusahalah untuk menjadi istri sholehah. Berhias diri untuk suami, melayani suami dengan baik, mematuhi perintah yang baik dari suami, menjaga harga diri dan suami, dan lain sebagainya. Berusahalah untuk selalu membuat suami tersenyum bahagia walaupun pahit rasanya.

Insya Allah, kekerasan di balik jeruji Rumah Tangga jauh dari keluarga kita. Cinta yang menghiasi kehidupan suami/istri harus senantiasa dipupuk hingga membuahkan kelanggengan. Cinta kita adalah karena Allah SWT. Jadi, suami/istri dalam sebuah keluarga adalah hamba-Nya yang selalu dekat kepada-Nya. Manakala ini sudah terbangun dalam mahligai rumah tangga, insya Allah tidak akan ada KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga).

Wallahu a’lamu.

Oleh Diah Widya Ningrum, S.Pd.I Ketika adat dan tradisi kekerasan telah melembaga dalam masyarakat

* Penulis adalah Staf Pengajar Perguruan Al-Washliyah-Perbaungan


sumber: waspada online

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Perlu diketahui bahwa batasan pengertian Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang terdapat di dalam undang-undang No. 23 tahun 2004, adalah ; “setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan, atau penderitaan secara fisik, seksual psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga” (vide, pasal 1 ayat 1 ).

Mengingat UU tentang KDRT merupakan hukum publik yang didalamnya ada ancaman pidana penjara atau denda bagi yang melanggarnya, maka masyarakat luas khususnya kaum lelaki, dalam kedudukan sebagai kepala keluarga sebaiknya mengetahui apa itu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Adapun tentang siapa saja yang termasuk dalam lingkup rumah tangga, adalah : a). Suami, isteri, dan anak, termasuk anak angkat dan anak tiri ; b). Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan suami, isteri yang tinggal menetap dalam rumah tangga, seperti : mertua, menantu, ipar, dan besan ; dan c). Orang yang bekerja membantu di rumah tangga dan menetap tinggal dalam rumah tangga tersebut, seperti PRT.

Adapun bentuk KDRT seperti yang disebut di atas dapat dilakukan suami terhadap anggota keluarganya dalam bentuk : 
  1. Kekerasan fisik, yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat ; 
  2. Kekerasan psikis, yang mengakibatkan rasa ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dll. 
  3. Kekerasan seksual, yang berupa pemaksaan seksual dengan cara tidak wajar, baik untuk suami maupun untuk orang lain untuk tujuan komersial, atau tujuan tertentu ; dan 
  4. Penelantaran rumah tangga yang terjadi dalam lingkup rumah tangganya, yang mana menurut hukum diwajibkan atasnya. Selain itu penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah, sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

Bagi korban KDRT undang-undang telah mengatur akan hak-hak yang dapat dituntut kepada pelakunya, antara lain : 
  1. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya maupun atas penetapan perintah perlindungan dari pengadilan ; 
  2. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis ; 
  3. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban ; 
  4. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum ; dan Pelayanan bimbingan rohani. Selain itu korban KDRT juga berhak untuk mendapatkan pelayanan demi pemulihan korban dari, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping dan/atau pembimbing rohani. (vide, pasal 10 UU No.23 tahun 2004 tentang PKDRT).

Dalam UU PKDRT Pemerintah mempunyai kewajiban, yaitu : 
a). Merumuskan kebijakan penghapusan KDRT ; 
b). Menyelenggarakan komunikasi, informasi dan edukasi tentang KDRT ; 
c). Menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang KDRT ; dan 
d). Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif jender, dan isu KDRT serta menetapkan standard dan akreditasi pelayanan yang sensitif jender.

UU No.23 tahun 2004 juga mengatur kewajiban masyarakat dalam PKDRT, dimana bagi setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) wajib melakukan upaya : 
a) Mencegah KDRT ; 
b) Memberikan perlindungan kepada korban ; 
c).Memberikan pertolongan darurat ; dan 
d). Mengajukan proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan ; (vide pasal 15 UU PKDRT). 
Namun untuk kejahatan kekerasan psikis dan fisik ringan serta kekerasan seksual yang terjadi di dalam relasi antar suami-isteri, maka yang berlaku adalah delik aduan. Maksudnya adalah korban sendiri yang melaporkan KDRT yang dialaminya kepada pihak kepolisian. ( vide, pasal 26 ayat 1 UU 23 tahun 2004 tentang PKDRT).

Namun korban dapat memberikan kuasa kepada keluarga atau Advokat/Pengacara untuk melaporkan KDRT ke kepolisian (vide, pasal 26 ayat 2). Jika yang menjadi korban adalah seorang anak, laporan dapat dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh atau anak yang bersangkutan (vide, pasal 27). Adapun mengenai sanksi pidana dalam pelanggaran UU No.23 tahun 2004 tentang PKDRT diatur dalam Bab VIII mulai dari pasal 44 s/d pasal 53. Khusus untuk kekerasan KDRT di bidang seksual, berlaku pidana minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara atau 20 tahun penjara atau denda antara 12 juta s/d 300 juta rupiah atau antara 25 juta s/d 500 juta rupiah. ( vide pasal 47 dan 48 UU PKDRT).

Dan perlu diketahui juga, bahwa pada umumnya UU No.23 tahun 2004 tentang PKDRT, bukan hanya melulu ditujukan kepada seorang suami, tapi juga juga bisa ditujukan kepada seorang isteri yang melakukan kekerasan terhadap suaminya, anak-anaknya, keluarganya atau pembantunya yang menetap tinggal dalam satu rumah tangga tersebut 

Our Blog

55 Cups
Average weekly coffee drank
9000 Lines
Average weekly lines of code
400 Customers
Average yearly happy clients

Our Team

Tim Malkovic
CEO
David Bell
Creative Designer
Eve Stinger
Sales Manager
Will Peters
Developer

Contact

Talk to us

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Dolores iusto fugit esse soluta quae debitis quibusdam harum voluptatem, maxime, aliquam sequi. Tempora ipsum magni unde velit corporis fuga, necessitatibus blanditiis.

Address:

9983 City name, Street name, 232 Apartment C

Work Time:

Monday - Friday from 9am to 5pm

Phone:

595 12 34 567






PARIWARA

PKBM YASEMA
Pusat Remaja YASEMA
Jasa Buat Blog
Pesan Pasang Iklan
Pesan Disini!
Blog     Gambar     Video     Berita    
Topik Pilihan : Puisi Buat Guru     Pedoman BKR     Generasi Berencana     Terlambat Datang Bulan     Posisi Sex